Literasi Gizi, Menyelamatkan Anak dari Bahaya Stunting

Literasi Gizi, Menyelamatkan Anak dari Bahaya Stunting

 

Persoalan gizi pada anak bukan persoalan sederhana. Ini berkaitan langsung dengan masa depan anak sebagai generasi penerus bangsa. Dibutuhkan upaya serius dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta keterlibatan masyarakat. Karena berbagai faktor terkait gizi merupakan kewajiban semua pihak, terutama pemerintah.

Demikian disampaikan oleh Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd., Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saat membuka webinar bertema Literasi Gizi pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru yang digelar Sabtu, 25 Oktober 2020.  

”Anak yang kekurangan gizi akan mengalami stunting (kerdil). Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh multifaktorial dan bersifat antar generasi,” papar Sri wahyuningsih.

Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud melanjutkan, hasil studi membuktikan bahwa pengaruh faktor keturunan hanya berkontribusi sekitar 15% terhadap stunting. Sementara unsur terbesarnya adalah terkait kurangnya asupan gizi yang kemudian memberikan efek terhadap hormon pertumbuhan, dan terjadinya penyakit infeksi berulang serta variabel lain dalam pertumbuhan stunting.

“Belum lagi akibat pengaruh paparan asap rokok maupun polusi yang juga sangat memberikan dampak terhadap pertumbuhan stunting di Indonesia,” katanya.

Fenomena-fenomena terkait dampak kekurangan gizi tersebut harus dikenali mengingat masalah stunting ini memiliki dampak yang cukup serius. Antara lain untuk jangka pendek dapat berdampak pada mortalitas bayi atau balita, jangka menengah terkait pada intelektualitas dan kemampuan kognitif yang rendah, sementara untuk jangka panjang terkait dengan sumber daya manusia dan masalah penyakit degeneratif di usia dewasa.

Guna mencegah masalah stunting, dibutuhkan upaya yang bersifat holistik dan saling terintegrasi. Hal ini selaras dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan Dan Gizi. ”Perbaikan gizi harus dikenalkan terutama di satuan pendidikan sebagaimana tentang pemahaman soal gizi seimbang,” katanya.

Dr. Entos Zainal, Ketua Umum DPP Persatuan Ahli Gizi Indonesia mengatakan, kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat salah satunya ditunjukkan oleh mantapnya sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, antara lain ditandai oleh:

  1. Meningkat dan meratanya akses, tingkat kualitas, dan relevansi pendidikan seiring dengan semakin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan Pendidikan.
  2. Meningkatnya kemampuan Iptek.
  3. Meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat.
  4. Meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak.
  5. Terwujudnya kesetaraan gender; bertahannya kondisi dan penduduk tumbuh seimbang.

Akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum memahami bahwa pertumbuhan kesehatan anak salah satu faktornya adalah asupan gizi. Akibatnya banyak anak yang lahir dengan gizi yang tidak mumpuni hingga akhirnya mengakibatkan terhadap stunting pada anak.

“Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mengakibatkan gagal tumbuh seperti berat lahir rendah, kecil, pendek dan kurus. Semenatara hambatan perkembangan yaitu terjadi pada kognitif dan motorik. Dan gangguan metabolik pada saat dewasa berisiko penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, stroke, dan penyakit jantung pada anak,” papar Dr. Entos Zainal.

Ia melanjutkan, faktor penyebab masalah gizi di Indonesia sendiri karena beberapa faktor seperti pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi serta pendidikan, dan faktor dari daya beli, sulitnya akses pangan, akses informasi dan akses pelayanan.

Sementara itu Christian Sugiono, aktor sekaligus ayah dari dua orang anak mengatakan, untuk menerapkan kebiasaan makanan bergizi kepada anak ada beberapa poin yang harus diperhatikan. Perama, orangtua harus memahami terlebih dulu makanan bergizi untuk anak. Kedua, orangtua harus mencontohkan terlebih dulu bagaimana menyantap makanan bergizi.

“Menanamkan pemahaman pentingnya makanan sehat pada anak tidak semudah yang saya bayangkan. Tapi satu yang kami lakukan adalah bahwa kita sebagai orang tua harus paham dulu sebenarnya makanan apa yang baik untuk anak-anak, baik untuk orang tua, dan mana makanan yang kurang baik. Kalau sudah mengerti, orang tua harus melaksanakannya terlebih dahulu baru ke anak-anaknya,” jelas Christian Sugiono.

Aktor ganteng ini mengingatkan, untuk membiasakan anak menyantap makanan sehat dan bergizi, orangtua jangan melakukannya dengan memaksa anak. Upaya itu harus dilakukan perlahan tanpa ada pemaksaan.

”Kalau anak nggak suka, ya nggak apa-apa, jangan dipaksa untuk ditaruh di piringnya. Biasanya kalau kita terlalu maksa, si anak akan semakin nggak suka sama makanannya. Tapi kalau pelan-pelan, si anak pun akan suka juga pada akhirnya,” ujar dia. (Hendri/Kumi)

 

Sumber : https://ditpsd.kemdikbud.go.id/public/artikel/detail/literasi-gizi-menyelamatkan-anak-dari-bahaya-stunting

Artikel Terkait